Kehadiran listrik mempercepat kemajuan pendidikan, sosial, budaya, dan ekonomi. Termasuk kemajuan emansipasi politik dan ideologi.
Demikian diungkap dalam bedah buku “Jejak Listrik di Tanah Raja” di Gedung Graha Pena lantai 4, Jawa Pos News Room, Surabaya, Sabtu (15/1/2022).
Baca juga:
* Dekranasda Jateng Store Hadir di Bandara YIA, Gaet 88 UMKM
Kalau kita amati memang kalangan sejarawan masih kurang meminati mambahas sejarah kelistrikan di Indonesia. Karena kajiannya masih didominasi pendekatan teknis dengan narasi rumus-rumus dan angka-angka yang membingungkan bagi orang awam.
Tidak demikian dengan Komisaris PLN Eko Sulistyo yang kemudian berupaya mengungkap hasil penelitiannya dari sisi berbeda.
Eko Sulistiyo adalah lulusan jurusan Sejarah Fakultas Sastra UNS. Di tangannya lahir buku berjudul “Jejak Listrik di Tanah Raja”.
Buku ini mengisahkan listrik dan kolonialisme di Surakarta pada tahun 1901 hingga 1957.
Dalam acara bedah buku tersebut, Eko Sulistyo menjelaskan, Sejarah kelistrikan di Vostelanden atau wilayah kekuasaan kerajaan di Surakarta.
Yaitu Keraton Kasunanan dan Pura Mangkugaran, yang dimulai tahun 1901. Dan tercatat Kota kedua masuk ke Indonesia setelah Batavia.
“Bahkan sejarawan Rudofl Mrazek lewat bukunya Engineers of Happy Land sempat menyinggung kehadiran listrik di Hindia Belanda dan menghubungkannya dengan fajar nasionalisme, Bumi Putera pada abad ke 20,” kata lulusan Sejarah Fakultas Sastra UNS itu.
Rudofl Mrazek dalam bukunya menyebut ‘Cahaya–Cahaya Baru dan Lampu-Lampu yang Muncul Setiap Hari’.
Bahkan pada bab ke-empat secara khusus dibahas Kota Solo dengan segala fenomenanya.
Seperti lahirnya fenomena angkringan, budaya ngelembur, budaya perkotaan, trem listrik, dan radio. Termasuk budaya menari di Belanda.
“Banyak hal menarik diungkap mulai dari kehadiran pabrik listrik yang dimotori penguasa kerajaan, Kasunanan dan Mangkunegaran, munculnya budaya perkotaan akibat listrik, sampai pendirian pembangkit listrik oleh Mangkunegara VII yang mencerminkan kemandirian bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka,” Eko memaparkan.
Baca juga:
* Lahan Tidur Menjadi Bernilai Ekonomis
Buku Jejak Listrik di Tanah Raja ini diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia. Terdiri dari 6 bab dan memiliki tebal 278 halaman.
Turut hadir dalam acara bedah buku ini beberapa narasumber, antara lain; Direksi PT. PJB, Gong Matua Hasibuan; dan Prof. Dr. Purnawan Basundoro, SS, M.Hum dari Universitas Airlangga.