GenPI – Dyah Kusuma,sejak 2009 telah menginjakkan kaki, mengekplorasi budaya di Halmahera Barat, dan langsung jatuh cinta pada Jailolo sebagai bagian dari perjalanan hidupnya, dimulai dengan membuat Festival Teluk Jailolo bersama Pemerintah Daerah.
Selama 13 tahun, Dyah Kusuma menyalurkan kecintaannya terhadap budaya yang ada di Halmahera Barat, melalui berbagai aktifitas untuk mengangkat budaya, bersama komunitas lokal,dalam berbagai aktivitas kreatif, seperti Theater Kuliner 7 Suku di Gorngofa Idamdehe, mengangkat motif tenun dari Suku Sahu, melalui pagelaran tenun “Singkap Motif Sahu” , bersama Komunitas Limau Jiko berkolaborasi dengan Dian Oerip, dan juga berbagai diplomasi budaya baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pada tahun 2012, Dyah Kusuma pernah diundang untuk berpartipasi di Yeosu Expo, Korea Selatan, untuk mempresentasikan mengenai Festival Teluk Jailolo dalam gelaran Indonesia A Surprise, yang difasilitasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Kecintaannya terhadap budaya Halmahera Barat, membuat Dyah Kusuma memutuskan untuk menetap di Halmahera Barat, dan membangun sebuah pusat pembelajaran rempah rempah yang dinamakan Limau Jiko Spice Creative Center.
Limau Jiko Spice Creative Center terletak di Desa Bobanehena. Dibangun dengan konsep arsitektur yang menggunakan material bambu, untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan, dan juga sebagai visi untuk membangkitkan budaya pemanfaatan bambu dimasa lalu , yang secara arsitektur adalah bagian dari sejarah, budaya dan tradisi di Halmahera Barat, yang terlihat keberadaannya dalam rumah adat Suku Sahu yaitu Sasadu. Konsep arsitektur bambu, menggunakan bambu awetan yang mampu bertahan hingga 25 tahun, dengan arsitektur yang dikembangkan dari kekayaan arsitektur khas Suku Sahu, yaitu Sasadu.
Di Limau Jiko Spice Creative Center, dengan dukungan Pemerintah Daerah, melibatkan komunitas lokal, yaitu Limau Jiko Spice Creative Community, yang bersama sama mengembangkan berbagai kekayaan tradisi dan budaya Halmahera Barat, khususnya rempah rempah, menjadi produk produk perawatan tubuh natural, yang akan menjadi produk unggulan masa depan. Salah satu produk yang telah dikembangkan, yaitu Produk Natural yang diberi merk Jailolo Kultur, yang telah diproduksi dan beredar di pasaran dalam bentuk produk spa atau perawatan tubuh yang inspirasinya berasal dari sebuah ritual yang ada di Desa Bobanehena, Halmahera Barat.
Di Desa Bobanehena, Halmahera Barat Maluku Utara, ada sebuah ritual adat yang bertujuan menyambut kedewasaan gadis, yang oleh masyarakat lokal disebut Oke Sou. Ritual ini dilaksanakan saat seorang gadis mendapatkan haid pertamanya. Hingga saat ini, ritual ini masih dilaksanakan, karena dipercaya dapat menjaga kesehatan dan merawat kecantikan gadis.
Ramuan yang digunakan dalam ritual ini, dibuat oleh seorang dukun perempuan, yang sekaligus berperan dalam memimpin ritual. Setelah menjalani ritual, kulit gadis menjadi lebih halus, dan lebih wangi. Penggunaan berbagai spesies tumbuhan dan rempah rempah terdiri lebih dari 60 jenis, yang terdapat disekitar desa.
Manfaat ramuan yang ada dalam Oke Sou, menginspirasi Dyah Kusuma untuk mengembangkan menjadi produk yang bisa digunakan sebagai perawatan tubuh sehari hari. Produk tersebut dikembangkan dari prosesi Dodino yang merupakan salah satu tahapan dari ritual Oke Sou. Prosesi Dodino sendiri memakai berbagai tumbuhan yang bermanfaat untuk melembutkan dan menghaluskan kulit, seperti Padi, umbi teki, bunga Kenanga dań Nilam atau dałam bahasa lokal dikenal dengan nama Goro Goro dan beberapa tumbuhan dan rempah rempah lainnya. Produk dibuat dari bahan bahan alami yang ada dalam prosesi Dodino, dan diformulasikan secara modern, dalam bentuk body lotion dan sabun cair, yang praktis digunakan sehari hari dan memiliki manfaat yang sama dengan ramuan Dodino yang asli, yaitu menghaluskan dan melembutkan kulit, dengan keharuman bunga Kenanga dan Nilam, yang lembut, elegant dan menenangkan. Produk tersebut, telah diuji dan mendapatkan notifikasi ijin edar dari BPOM sebagai produk kosmetik yang aman digunakan dan layak edar. Produk Jailolo Kultur tersebut diberi nama varian Dodino.
Dyah Kusuma berkomitmen, melalui Jailolo Kultur, akan terus mengembangkan berbagai tradisi dan kekayaan budaya perawatan tubuh di Halmahera Barat, menjadi berbagai produk masa depan, dengan memberdayakan komunitas lokal, dalam literasi dan pengembangan formulasi kekinian, yang akan menjadikan budaya rempah yang menghidupi masa depan generasi penerus, seperti tagline dari Jailolo Kultur, yaitu Love Culture, Save Nature yang artinya : Mencintai Budaya, Menjaga Alam. Jailolo Kultur, adalah Budaya Jailolo yang menjadi jati diri Jailolo, dan menghidupi masa depan anak anak muda Jailolo, serta menjaga alam Jailolo untuk terus Lestari. Kedepannya, di kawasan Limau Jiko Spice Creative Center, juga akan dibangun Spa Tradisional, atau yang dikenal dengan nama Etno Spa, yang akan memberdayakan perempuan yang memimpin ritual Oke Sou, sebagai peramu untuk produk perawatan tubuh yang digunakan dalam perawatan spa modern, yang bisa dinikmati oleh masyarakat Maluku Utara, dan juga wisatawan yang berkunjung ke Jailolo. Sehingga manfaat Oke Sou, bisa menjadi sebuah destinasi wellness, atau wisata kesehatan yang menjadi ikon baru Pariwisata Halmahera Barat, sambil menikmati panorama Teluk Jailolo yang indah, di Desa Bobanehena.
Humas GenPI Nasional, Wexa Pradana menambahkan potensi wisata melalui wellness tourism sedang mengalami peningkatan pesat di setiap daerahnya sehingga kami mengharapkan adanya sebuah kolaborasi aktif masyarakat dalam meningkatkan wellness tourism melalui potensi alam di setiap daerah.